Minggu, 14 Agustus 2016

tanah kavling mojokerto trawas jolotundo

Sebagai office boy atau cleaning service di kantor pemasaran tanah kavling, suatu kesalahan jika tidak bisa memanfaatkan kesempatan, ikut mempromosikan penjualannya, karena komisinya lumayan. Maka dari itu, ijinkan penulis mempromosikan tanah kavling mojokerto trawas desa seloliman dekat pemandian jolotundo atau candi jolotundo.

Ukuran tanah 10x28 meter
Harga 300juta (USD 30000)
Tersedia 8 unit
200 meter dari lokasi wisata jolotundo
15 menit dari puncak trawas
20 menit dari mojosari kota
20 menit dari ngoro industri
Depan SDN Seloliman Trawas
Pemandangan bagus perbukitan
Suasana perdesaan yang nyaman
Cocok untuk villa, usaha homestay, peristirahatan sementara, studio
Free biaya Sertifikat Hak Milik, Akte Jual Beli dan notaris
Lokasi siap bangun
Dapatkan discount 50.000.000 untuk pembelian tunai
Dapatkan discount 30.000.000 untuk kredit 6 bulan
Dapatkan discount 20.000.000 untuk kredit 1 tahun

Harga sewaktu-waktu berubah
+- naik 10% per bulan. Promo ini saat bulan Agustus.

Hubungi +6282132376861 untuk keterangan lebih lanjut
Atau datang ke kantor pemasaran PT Mega Persada Land
New Nirwana Asri blok A12 ruko villa Jasmine, Suko, Sidoarjo, Jawa Timur

Jumat, 12 Agustus 2016

kodeku (I) - 10 dasar bagi murid yang berkehendak bertemu dengan-Nya


  1. Dasar taubat
  2. Dasar zuhud
  3. Dasar tawakal
  4. Dasar qana'ah
  5. Dasar uzlah
  6. Dasar muraqabah
  7. Dasar sabar
  8. Dasar ridha
  9. Dasar dzikir
  10. Dasar musyahadah

kode

1. If you think you can do it, then do it. If you think you want to do it, then do it.
2. Jangan buang makanan. Ingat, nenek moyangmu dijajah belanda lebih dari 300 tahun, ingat kesusahan mereka.
3. Tiru nenekmu. Saat memanggil cucu untuk makan, panggil semua cucumu, walaupun mereka tidak di sekitar, pura-pura pikun dengan memanggil semua cucu. Semua tanpa terkecuali.

2. 10 dasar murid
3. Qaidah Sembilan
4. 12 sifat terpuji

kode

1. If you think you can do it, then do it. If you think you want to do it, then do it.
2. 10 dasar murid
3. Qaidah Sembilan
4. 12 sifat terpuji

Senin, 01 Agustus 2016

cerpen - buku pertamaku by mh

Sudah satu jam lebih aku berkeliaran di perpustakaan ini. Sebagai orang desa, aku kagum dengan perpustakaan ini. Aku, yang notabene hanya anak petani, bisa kuliah di IPB inipun, karena mendapat beasiswa. Aku termasuk orang udik. Di kampungku tak ada toko buku, tapi buku tulis dijual di toko-toko kelontong sekitar rumah. Tak ada novel ataupun buku bacaan lainnya.
Waktu SD, buku bacaan pelajaran cuma satu. Milik sekolahan. Sekretaris akan mencatat di papan tulis, dan kami menyalinnya di buku. Seingatku, di SD kami ada perpustakaan, tapi sederhana. Kami bahkan tidak boleh masuk kesana. Kami boleh masuk saat kami kelas 6. Perpustakaan di SD kami berada di ruang kepala sekolah. Hanya terdapat satu lemari besar di perpustakaan kami, dan penuh dengan buku. Aku tidak ingat apa buku yang kubaca di perpustakaan SD kami waktu itu.
"Hey, Yo. Ngapain ngelamun aja? Dah dapat buku lom?" Jito membangunkanku dari lamunanku.
"Oh, To. Cuma lihat-lihat. Belom tau mau cari buku apa." timpalku.
"Jiah, jadi selama sejam ini tadi kau ngelamun aja disini?"
"Hahaha... Aku tadi keliling muter-muter. Tapi emang ga nyari buku yang spesifik." jawabku.
"Ya udah. Ayo, bentar lagi kita ada kuliah, kan?"
"Iya, ayo."
Gedung perpustakaan IPB ini cukup luas. Di bagian depan ada loby untuk peminjaman, pengembalian dan pengurusan kartu anggota. Saat sebelum masuk, waktu masih di loby tadi, sudut mataku bisa melihat rak-rak buku panjang di dalam. Jantungku berdetak kencang mengetahui banyaknya buku di dalam sana. Aku seperti terpana. Kalau boleh, aku pasti akan meloncat kegirangan, sambil guling-guling dan teriak wowwww...
Saat masuk ke dalam, terlihat banyak rak dan buku di dalamnya. Waktu seakan berhenti. Jantungku berhenti berdetak. Buku tebal, tipis, hitam, putih, merah, biru, tertata rapi di rak-rak panjang. Aku mencair di tempatku berdiri. Membayangkan segala pengetahuan ada di depanku. Seakan aku bisa menggenggam bumi di tangan kananku, matahari di tangan kiriku, rembulan diatas kepalaku, galaksi bima sakti kugendong di punggungku. Kakiku seakan tak berpijak.
---*---
Ada beberapa kios buku di dalam kampus IPB. Di samping perpus dan di pojokan Fateta, disamping tangga. Kutelusuri kios-kios itu, tapi aku tak berhasil menemukan buku yang kucari. Aku mencari buku lama. Kumpulan cerpen karya Idrus. Ya, Idrus. Idrus adalah sastrawan inspirasiku. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma adalah buku karyanya yang kucari. Dan sepertinya aku tidak akan menemukan buku itu disini.
"Eh, To, weekend nanti kau ada acara ga?" tanyaku pada Jito.
"Ga ada. Emang kau mau kemana?" tanyanya balik.
"Ke PBG yuk."
"Jiah, mau cari apa ke PGB. Mending maen PS aja."
"Sekedar jalan-jalan aja. Kan, hari-hari biasa bisa maen PS. Ga setiap hari kita bisa ke PGB, kan?"
"Ok dech. Ngapa ga ke KRB aja?"
"Yach, kau itu. KRB cocoknya buat orang pacaran, kau hanya akan melongo disana. Kalau ke PGB, kita bisa cuci mata, banyak yang nongkrong disana." ujarku.
"Okayyyyyu.... Siap....." Jitopun meloncat kegirangan.
Sebenarnya, bukan PGB tujuan utamaku, tapi Gramedia. Kalau tidaj ada gramedia, toko buku kecilpun tak masalah, dan berharap menemukan buku yang kucari. PGB hanya alasanku agar Jito mau menemaniku. Sebenarnya banyak gramedia di sekitar KRB, tapi kalau ke KRB tentu saja tidak bisa cuci mata, yang ada hanya ngenes ngelihatin orang pacaran, hahaha...
Aku dan Jitopun pergi ke PGB akhir pekan itu.
"Eh, Yo, sebenarnya kau mau cari apa?" tanya Jito penasaran.
"Aku mau cari buku To, di sekitar kampus ga ada buku yang kucari. Kau sendiri mau cari apa?" tanyaku balik.
"Ga ada Yo, jalan-jalan ma cuci mata aja. Kita keliling PGB dulu aja Yo, habis itu kita cari di luar nanti."
"Ok dech." jawabku.
"Ngomong-ngomong, kau mau cari buku apa Yo?" tanya Jito.
"Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Karya Idrus. Buku lama." jawabku.
"Kenapa cari yang lama? Kok ga yang baru aja? Laskar Pelanginya Andrea Hirata misalnya, kan lagi topik di kampus kita. Emang apa spesialnya buku itu?"
"Buku itu berisi cerita pendek karya Idrus. Ada juga drama. Pokoknya bagus."
"Emang buku itu berkisah tentang luar Indonesia ya, kok judulnya gitu?"
"Enggak To, ceritanya tentang Indonesia. Rakyat biasa. Tokoh-tokoh yang diceritakan Idrus adalah orang-orang biasa, tapi Idrus menceritakannya dengan cara yang luar biasa. Idrus menceritakan dengan detil. Kau tau Idrus menulis di tiga zaman?" tanyaku ke Jito.
"Ehm, aku ga tau Yo. Aku ga terlalu paham tentang sastra. Tapi bagaimana dengan sastrawan lain Yo? Kenapa kau lebih memilih Idrus daripada yang lainnya?" tanya Jito.
"Ehm, aku tau beberapa satrawan lainnya, Chairil Anwar, Alisyahbana, Ananta Toer dan Taufik Ismail. Tapi aku tak terlalu tau karya-karya mereka. Sepertinya aku dulu juga pernah membaca Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Sebenarnya aku sendiri juga lupa, bagaimana awalnya aku tertarik pada Idrus, tapi yang kutahu, aku harus beli buku itu. Kaupun takkan menyesal bila membeli buku itu, karena sepadan. Bahkan mungkin terlalu murah untuk sebuah karya yang luar biasa. Kau takkan bosan membacanya berulang-ulang." ujarku panjang lebar ke Jito.
"Okay okay. Kalau begitu, ayo kita cari buku itu."
Kami kemudian mencari toko buku. Kami tak menemukan gramedia, toko buku biasa. Kuberharap ada buku itu disana. Toko itu punya dua lantai. Lantai pertama untuk alat-alat tulis. Buku-buku ada di lantai dua.
"Hey, Yo. Ada jurnal bagus disini. Jika ingin jadi penulis, kau harus punya jurnal ini." Jito memperlihatkan padaku buku jurnal tebal bersampul kulit berwarna hitam.
"Ya, itu memang bagus. Tapi untuk sekarang, aku belum ingin jadi penulis. Nantilah." ujarku. Catatan harian bagi seorang penulis adalah nafasnya. Buku diary adalah sebutan remaja. Untuk seumuranku, aku menyebutnya jurnal harian.
Aku menaiki tangga itu dengan berdebar-debar. Kusapukan pandanganku ke seluruh ruangan. Ada Harry Potter, Lord of the Ring, Andrea Hirata, Robert Kiyosaki dan buku-buku lainnya di sekelilingku. Aku ingin membeli semuanya, tapi tentu saja dompetku takkan cukup. Dan aku tau buku apa yang harus kubeli. Dan, ya, itu ada disana. Bersampul warna kuning dan terbungkus plastik.
---*---
Di kosan, aku membuka pkastik yang menyelimuti buku itu. Kupeluk erat. Kubuka lembarannya dan kuhirup aroma lembar buku itu. Buku pertamaku. Buku pertama yang kubeli. Buku bacaan pertamaku. Kugoreskan penaku di halaman pertama buku itu.
Handoyo, Bogor Juli 2006